Selasa, 20 September 2011

Budaya Primitif Anak Bangsa, sungguh TRAGIS!!

“Siswa SMAN 6 dihalangi polisi dan sejumlah guru saat berhadapan dengan sejumlah wartawan di depan SMAN 6, Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011). Kejadian ini bermula saat sejumlah wartawan melakukan aksi protes berkaitan dengan kasus perampasan kamera video salah satu wartawan Trans 7 saat meliput tawuran sekolah tersebut” (Sumber : Kompas.com)

Sumber Gambar : http://www.kompas.com


Berita terjadinya bentrokan dan kericuhan hasil tauran antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta memang sudah lama terdengar. Dan puncaknya adalah terjadinya kasus seperti kutipan berita di atas. Apa makna yang dapat kita tangkap dari semua ini?

Intinya, bangsa kita masih belum luput dari sebuah ‘Budaya Primitif’. Budaya tersebut mengutamakan kekerasan dalam penyelesaian suatu perkara layaknya manusia primitif pada umumnya. Itulah yang terjadi pada anak bangsa saat ini.

SMA 6, SMA 70, dan Wartawan, sebuah kasus segitiga yang mungkin hanya segelintir dari sekian banyak Budaya Primitif yang terkuak. Pantaskah kita sebagai manusia ‘dewasa’, menyelesaikan masalah dengan otot, bukan otak?

Pada dasarnya, budaya masyarakat kita saat ini lebih cenderung menutup ruang untuk ‘Berdialog’ dalam menyelesaikan masalah. Kebanyakan mereka berpikir, “Berdialog hanya akan menemukan kebuntuan”. Semuanya berpikir untuk mempertahankan ego. Mereka tidak pernah berpikir untuk menemukan suatu gagasan baru, yang menguntungkan semua pihak, dan akhirnya dapat diaplikasikan bersama.

Bagaimana dengan kita sebagai mahasiswa kedokteran? Apakah di antara kita masih ada yang berkelahi jika tidak tercapai keselarasan pendapat? Apakah kita masih bersifat kekanak kanakan untuk memecahkan jendela, membombardir laboratorium, atau merusak fasilitas kampus jika ada hal yang tidak berkenan di hati kita?

Tentu saja, sebagai kaum terpelajar, dan sebagai orang yang telah mengemban nama besar ‘Mahasiswa Fakultas Kedokteran’, kita harus bertindak lebih dewasa dan berbudaya. Tidak heran jika dalam berpakaian pun, kita diwajibkan untuk mengenakan ‘Celana Kain’ dan ‘Rok panjang Bawah Lutut’ saat ngampus, tentunya semua itu untuk mendidik kita menjadi kaum professional, berbudaya, terpelajar, dan berciri khas sebagai seorang ‘Mahasiswa Kedokteran’.

Mahasiswa, sebuah nama yang bermakna besar, mereka dikenal akan ke-‘Kritisan’-nya dalam berpikir. Sebagai orang kritis, maka kita akan lebih bijak untuk terbuka menerima pendapat orang lain. Orang yang terbuka dalam menerima pendapat orang lain tentu akan memilih untuk berdiskusi dengan kepala dingin daripada berkelahi yang tak mampu menyelesaikan masalah.

Mari kita tunjukkan dan terus pertahankan sebuah ‘pencitraan’ dari masyarakat umum yang menganggap : “Mahasiswa Kedokteran adalah mahasiswa terpelajar, cerdas, kritis, dan beretika”. Mari kita tunjukkan, bahwa itu bukan sekedar ‘image’ atau ‘desas-desus’ belaka. Kita buktikan, bahwa itu semua adalah “FAKTA”. 

(Created by : Departemen Kastrad, BEM FK UNLAM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar